Ads Top

Menyingkap Kisah Letnan Belanda Melihat Hantu Saat Peperangan Aceh


Belanda telah berupaya menguasai seluruh daratan di Indonesia selama berabad-abad lamanya. Banyak hal yang dialami mereka saat hidup bersama di Hindia-Belanda. Salah satunya adalah adanya kesaksian tentang hantu Aceh yang dikisahkan oleh Letnan J.P. Schoemaker saat bertugas jaga di salah satu benteng Belanda di Aceh. 

"Bentengnya berbeda dengan benteng lain, berada jauh melewati hutan" Letnan Schoemaker mengisahkan tentang bentengnya tempat ia berjaga kepada Letnan H. Aars. Kemudian oleh Aars ditulis ke dalam buku berjudul Tjerita-Tjerita dari Negeri Atjee atau Cerita-Cerita dari Negeri Aceh, terbitan tahun 1891.

Benteng itu terletak tidak jauh dari Kota Radja (sekarang Banda Aceh). Lokasinya terpencil melewati hutan. Akses menuju benteng itu hanya melewati satu jalan kecil. "Masoeq doeloe di satoe oetan besar, seperapat djam bagitoe lantas orang ketemoe satoe galangan, di moeka galangan itoe ada satoe kebon teboe, jang soeda ditinggali poenjanja (ditinggalkan pemiliknya). Kaloe soeda liwat ini kebon teboe, baroe orang sampej di benteng" tulisnya.

Saat itu, para serdadu tengah berjaga malam di benteng. Memasuki pukul setengah dua belas malam, seorang serdadu dikejutkan oleh sosok berpakaian putih yang muncul tiba-tiba. Sontak, serdadu itu lari dan melapor pada Letnan Schoemaker. "Letnan tak percaya akan hal itu, ia menuduh serdadunya tengah salah melihat" tulis Aars. Schoemaker menuduh bahwa serdadunya sebenarnya melihat kayu yang ia duga hantu.

"Empat malam lamanya, para sekilwak dan serdadu terus menerus dihantui oleh sosok berpakaian putih" tambahnya. Rasa tak percayanya, membuat Schoemaker memutuskan untuk berjaga langsung disekitar benteng. Ia juga memerintahkan untuk para sekilwak agar menyiapkan persenjataan dan kembang api untuk menerangi tempat keluarnya sosok yang diduga hantu itu.

Benar saja, saat lonceng berbunyi menunjukan pukul dua belas malam, sosok itu keluar dari kuburan yang berada di samping benteng. Para sekilwak yang kebanyakan orang Jawa, lantas terkejut, sambil menahan takut, tembakan kembang api dilepaskan ke arah keluarnya sosok itu. Sayang, saat ditembakkan, sosok itu langsung menghilang. "itoe setan hilang, tjoema kedengaran ketawa sadja" Aars menggambarkan situasi.


Atas beragam keresahan terjadi, muncul Wakidin, serdadu pemberani dari Jawa yang kemudian menjadi kepercayaan Schoemaker. Ia diizinkan untuk menyelidiki asal usul dan misteri munculnya sosok yang telah membuat keresahan di sekitar benteng. Ia diberikan izin untuk berjaga selama 24 jam, serta menyusup keluar benteng mencari sumber dari kemunculan sosok itu.

Keesokan harinya, ia mulai berjaga di kuar benteng sejak pukul enam petang. Ia bersembunyi, menunggu hingga waktu gelap. Setelah menunjukan pukul tujuh, Wakidin mulai menyusup dibalik semak-semak, menyusuri hutan sampai pada markas serdadu-serdadu Aceh.

Markas serdadu Aceh yang memiliki pondasi tinggi, berdiri di atas tiang, kemudian dimanfaatkan oleh Wakidin. "Wakidin semboenji di bawah roemah itoe" tulis Aars. Ia mendengar semua percakapan para serdadu Aceh, menyelidiki apa yang akab mereka lakukan kemudian. Setelah mendengar seluruh isi percakapan, Wakidin tak mau berlama-lama, kembali ke benteng menceritakan kepada Letnan.

Schoemaker lantas menyerukan semua untuk bersiap dan bergegas. Sekilwak dan serdadu Jawa telah menyadari, mereka yang ketakutan, mendadak jadi berani. "Sekarang orang Djawa itoe (sekilwak dan serdadu) soeda paham, itoe boekan setan, tetapi matamata (mata-mata Aceh)" tulis Aars.

Wakidin memimpin beberapa serdadu untuk mendampinginya mengecek tanah tempat munculnya sosok berpakaian putih itu. Sekitar setengah jam mereka berkeliling, tak satupun bukti yang didapat. Sampai akhirnya, salah seorang serdadu terjerembap ke dalam lubang di tanah pekuburan. Di dalamnya terdapat persenjataan yang disembunyikan tentara Aceh. 

Wakidin dan serdadu mengetahui bahwa semuanya adalah siasat perang orang Aceh dalam menunggu pasukan Schoemaker lengah. Nahas, semua telah terbongkar. Dari sini kemudian pasukan Aceh yang hendak melancarkan serangan, malah terlebih dulu diserang. Sosok putih akhirnya ditemukan tewas dengan luka tembak di dadanya.


Pertempuran dimenangkan pihak Belanda, sedangkan orang-orang Aceh harus kalah. Meski begitu, siasat perang itu telah membuat gempar dan ketakutan para pasukan Schoemaker selama beberapa hari. Namun, mata-mata itu juga nampaknya berhasil.

Menurut Merle C. Ricklefs dalam bukunya berjudul A History of Modern Indonesia Since c. 1300, terbitan 1991, menjelaskan bahwa selang beberapa tahun kemudian, pada 1873, giliran rakyat Aceh yang menang atas Belanda setelah mengetahui beberapa titik kelemahan Belanda.

No comments:

Powered by Blogger.